: 1416

Biografi Abuya Uci Turtusi Banten

: 1417

Uci Turtusi atau yang sering dipanggil dengan panggilan Abuya Uci Turtusi terlahir di Pondok Pesantren Al Istiqlaliyah, di Daerah Cilongok, Pasar Kemis, Tangerang, Banten. Beliau adalah putra dari Abuya Dimyathi bin Romli. Abuya meninggal dunia di hari Selasa, 6 April 2021

Uci Turtusi mengawali pendidikannya dengan belajar langsung dengan ayahnya, Abuya Dimyathi bin Romli. Sesudah usai belajar dengan ayahnya, beliau meneruskan pendidikannyan dengan belajar ke 32 orang guru di beberapa pesantren, yang pernah beliau singgahi kurang lebih selama 32 tahun.

Ketika beliau belajar dalam pesantren, Abuya terhitung sebagai orang yang kerap berpindah-pindah. Paling lamanya waktu belajar, beliau menempuh sepanjang tiga tahun lebih bahkan juga ada yang cuman satu hari selanjutnya beliau berpindah kembali. Hal itu disebabkan ketika pengasuh pesantren mengetahui jika beliau merupakan anak Abuya Dimyathi bin Romli, karena itu umumnya beberapa kiai malah tidak berani menerimanya sebagai murid.

Awal Mengasuh Pesantren

Sesudah ayahandanya meninggal dunia, Abuya Dimyathi bin Romli, kepengasuhan Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah yang berdiri semenjak tahun 1957 M diteruskan oleh putra beliau, KH. Uci Turtus. Ponpes itu ada di daerah Cilongok, Dusun Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, berdiri di atas lahan seluas ± 4,5 ha.

Saat ini, di lingkungan komplek pesantren ada empat mushola, tiga mushola ada dalam pesantren dan satu kembali ada di luar pesantren. Dengan berdirinya empat mushola, jadi hal menarik karena ponpes ini tidak serupa dari ponpes secara umum, yang hanya memilik satu mushola.

Rutinan Majelis Akbar

Setiap Ahad ba’da Subuh, Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah selalu melaksanakan majelis besar untuk khalayak luas yang dipegang secara langsung oleh Abuya Uci Turtusi.

Rutinitas ini sudah berjalan lama semenjak periode kepimpinan Abuya Dimyathi al-Bantani. Jumlah jamaah yang ikuti pengajian ini juga banyak, kurang dari 5.000 orang hadir dari sekitaran daerah Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi dan Jakarta.

Pada majelis besar itu, materi yang diberi lebih ke arah tuntunan kerohanian, norma keagamaan dan nasihat-nasehat yang menentramkan untuk warga. Hal ini menjadi keperluan religius untuk khalayak luas khususnya di daerah Tangerang.

Seringkali seusai pengajian, beberapa tamu yang datang minta keberkahan untuk didoakan dan sampaikan beberapa persoalan mereka untuk diberi tuntunan dan jalan keluar oleh Abah Uci.

Bukan hanya untuk sekedar mengaji, kedatangan warga di saat majelis besar itu pun tidak terlepas dari kebesaran figur Abah Uci sebagai ulama kharismatik yang dikenali mempunyai kedalaman pengetahuan agama dan keberkahan sebagai seorang ulama.

Selainnya acara pengajian mingguan, ada banyak acara besar yang diselengarakan tahunan, yakni acara Maulid Nabi, Haul Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Zaelani. Acara itu didatangi beberapa ratus jamaah, beberapa petinggi, Alm Gus Dur (saat hidup), Bupati, beberapa ulama di luar pulau jawa, ulama dari luar negeri, beberapa Habaib dan beberapa figur besar yang lain.

Ceramahnya yang konsisten menggunakan bahasa Sunda menjadikan tokoh ini semakin dicintai oleh berbagai kalangan. Selain mudah dipahami, ceramah dengan bahasa Sunda dinilai masyarakat Banten memberikan ruh tersendiri saat disimak.

Kedekatan Abuya Uci dengan Gus Dur dan Habib Luthfi

Mendiang Gus Dur dan Habib Luthfi bin Yahya sebagai teman dekat dekat dari KH. Uci Turtusi, Saat sebelum Mendiang Gus Dur Wafat beliau ditanyakan oleh KH. Uci Turtusi, “Gus apa yang paling diinginkan oleh Gus? Baik di saat menjadi presiden atau sesudah lengser menjadi presiden,” jawaban Gus Dur “Saya inginkan adalah ketika saya wafat, istri, anak, teman-teman dan sekitarnya mengirimkan Al Fatihah buat saya,” kata Abuya menirukan Gus Dur.

Salah satu Nahdliyin mengatakan almarhum Abuya Uci adalah seorang sahabat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sosok Abuya dikenal sangat baik, termasuk kepada para aktivis Gusdurian.

Berdasarkan, kedekatan Abuya Uci dengan Gus Dur dibuktikan dari sikap dua ulama ini yang saling mendukung dalam hal penguatan ilmu agama dan akidah umat Muslim di Indonesia. Semasa hidup, Gus Dur beberapa kali mengisi pengajian di Pesantren Cilongok.

Kecintaan mereka kepada sahabat Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini dibuktikan dari kehadiran jutaan masyarakat saat Peringatan Maulid Nabi dan Haul Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani yang digelar secara rutin oleh Pesantren Cilongok.

Selain Gus Dur, ulama yang juga dekat dengan Abuya Uci adalah Habib Maulana Lutfi bin Yahya yang saat ini tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah.

“Saya mulai dekat dengan Abah Uci berkah dawuh Habib Luthfi. Pada tahun 2018 saya diminta Habib Luthfi supaya sering-sering main ke Abah Uci, beliau orang baik,” kata Habib Nizar.

“Tidak hanya itu, saya diminta Habib Luthfi untuk belajar kepada Abah Uci yang dikenal memiliki ilmu luas dan ahlak bagus. Atas amanat Habib Luthfi-lah dalam sebulan saya bisa 2-3 kali sowan ke Abah Uci,” ujar beliau.

Demikian disampaikan Habib Nizar bin Yahya yang mengisahkan awal mula pertemuan dengan Abuya Uci atas perintah pamannya Habib Lutfi bin Yahya.

KAROMAH

Uci Turtusi ialah figur ulama besar yang paling disegani dan dihormati oleh semua kelompok masyarakat, beliau benar-benar berjasa besar karena sudah mengharumkan bangsa Indonesia khususnya Kabupaten Tangerang Banten. Dengan ke istimewaan dan karomah yang diberi Allah SWT pada KH. Uci Turtusi, hati umat islam merasa kangen untuk berjumpa dan bersilahturahmi dengan figur sang ulama ini, dengan keahliannya menyampaikan dan mengajari pengetahuan agama dengan tulus, hingga tausiyah yang dikatakan benar-benar terang dan gampang dimengerti oleh beberapa jemaah.

Suatu ketika saat beliau mondok di Abuya Yusuf Caringin. Beliau pernah ditegur dan dimarahi oleh KH. Opang, yakni adik ipar Beliau yang saat itu menjadi Lurah kobong disana. KH. Opang marah karena melihat beliau malas-malasan jarang mengaji, kemudian beliau sempat ditanya

“Beliau tinggalnya dimana”? tanya Abah Opang
“Di Cilongok” jawab Beliau.
“Dekat dengan tempat Abuya Dimyati?” tanya Abah Opang
“Ya.. dekat” jawab beliau.
“Makanya ente jangan malu-maluin orang Cilongok, ngaji yang benar, kalau gak serius lebih baik pulang” hardik Abah Opang.
“Ya…siap” jawab Beliau.

Kemudian setelah belasan tahun dan saat KH. Opang mau menikahi adik Beliau. Sang istri belum mau naik ke panggung pelaminan sebelum ketemu abang nya yang belum sampai di rumah yaitu Abuya Uci. Dan saat itu beliau kaget ternyata santri yang sering dimarahi sewaktu mondok adalah calon kakak iparnya yakni Abuya Uci.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *